Kamis, 26 Juni 2008

PERISTIWA PENDIDIKAN

KASUS IPDN : KESALAHAN MEMAKNAI HAKIKAT PENDIDIKAN

Kasus perpeloncoan yang berakibat kematian kembali mencoreng dunia pendidikan kita. Kini, Cliff Muntu, mahasiswa (praja) Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), menjadi korban. Mahasiswa asal Manado ini tewas setelah dianiaya para seniornya. Peristiwa tersebut membuat kita terkejut, karena ini bukan untuk pertama kalinya terjadi. Konon, sejak 1993, tidak kurang sepuluh mahasiswa di sana tewas karena tindak kekerasan yang dilakukan oleh para seniornya. Sebenarnya, masyarakat berharap bahwa peristiwa di STPDN yang menewaskan Wahyu Hidayat tahun 2003 menjadi momentum untuk mengakhiri segala bentuk perpeloncoan yang dilakukan para siswa di lembaga pendidikan di Tanah Air.
Menurut Wapres M Jusuf Kalla mengatakan bahwa kekerasan bukan hanya terjadi di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) saja, namun kekerasan juga ada di berbagai kampus di Indonesia.
“Jadi kekerasan bukan hanya ‘milik’ IPDN saja, tapi budaya kekerasan memang ada di situ (IPDN),” kata Wapres M Jusuf Kalla di hadapan para mahasiswa yang ikut Pengkaderan mahasiswa angkatan II Partai Golkar di Cibubur Jakarta, Senin malam, seperti dilansir Republika online edisi 10 April 2007.
Artinya, apa yang terjadi di IPDN bak gunung es di permukaan lautan. Ungkapan Wapres Yusuf Kalla dan peristiwa di IPDN tersebut seakan menyadarkan kita betapa budaya kekerasan masih banyak melanda dunia pendidikan kita. Jika asumsi ini benar, maka tindakan pemecatan para senior yang menganiaya Cliff Muntu, pemberian sanksi pada dosen dan pejabat IPDN, bahkan penutupan lembaga itu hampir tidak bermakna sama sekali. Menurut hemat penulis, diperlukan reorientasi menyeluruh terhadap terhadap paradigma pembelajaran di dunia pendidikan kita.
Jika mau jujur, meski kurikulum pendidikan kita terus di up date, namun pelaksanaan di sekolah-sekolah nyaris tak ada perubahan. Model-model pembelajaran yang merangsang keaktifan peserta didik dalam proses belajar mengajar telah lama dikumandangkan, semisal CBSA, Kurikulum Berbassis Kompetensi hingga KTSP, namun aplikasi di lapangan tak jua beranjak berubah. Ibarat, biarlah anjing menggonggong kafilah terus berlalu. Para pengajar masih berperan sebagai sentral dalam proses pembelajaran di kelas-kelas. Mereka merasa wajib mentransfer segala ilmu sesuai keputusan dari ‘atas’ kepada peserta didik. Jika target ‘transfer ilmu’ tersebut telah tercapai, maka tuntaslah kewajibannya. Tak peduli apakah peserta didik menguasai ilmu tersebut atau tidak.
Struktur dan mekanisme praktik pendidikan yang demikian melahirkan proses pendidikan lebih sebagai “proses pengajaran oleh guru” (teacher teaching) dibandingkan yang seharusnya sebagai “proses pembelajaran oleh murid” (student learning). Guru harus melaksanakan tugas dengan metode yang telah ditentukan sebagaimana “petunjuk dari atas”, terlepas guru suka atau tidak terhadap perilaku tersebut, cocok atau tidaknya metode tersebut dengan materi yang harus disampaikan di depan peserta didik. Guru harus menggunakan metode tersebut karena suatu “perintah” atasan. Oleh karena itu, muncullah robot- robot yang mengajar di kelas (robotic teacher).
Praktek pendidikan demikian akan memunculkan iklim sekolah yang cenderung bersifat otoriter. lklim yang tidak demokratis ini menyebabkan efek destruktif pada “keingintahuan, kepercayaan diri, kreatifitas, kebebasan berfikir, dan self-respect” di kalangan peserta didik. Pendidikan bukan bertujuan untuk mengembangkan segala potensi peserta didik agar berkembang secar optimal, namun mecetak robot-robot seperti dikehendaki ‘penguasa’. Oleh karena itu, restrukturisasi dan deregulasi pendidikan merupakan sebuah keharusan untuk segera dilaksanakan agar pendidikan bisa berperan secara maksimal.

Makna Pendidikan
Ada banyak definisi pendidikan yang pernah kita dengar. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dipandang sebagai hal yang sangat penting, sehingga banyak pihak yang merasa perlu untuk memberikan makna terhadap pendidikan. Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu : ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi peserta didik. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni : membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi peserta didik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Dengan demikian pendidikan seharusnya merupakan proses penggalian dan pengembangan segenap ptensi peserta didik sehingga mampu berkembang secara optimal. Proses ini diarahkan untuk memajukan budi pekerti, kecerdasan, bakat,minat serta jasmani peserta didik sehingga dapat mencapai kesempurnaan hidup.
Sebenarnya pengertian pendidikan seperti itu sangat sesuai dengan Undang-undang no 20 tahun 2003 mengenai Sisdiknas. Di dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pengertian pendidikan demikian tentu tidak ada tempat bagi praktek-praktek kekerasan dalam proses pembelajaran. Di sini, pendidik berperan sebagai motivator dan fasilitator dalam mendorong proses optimalisasi potensi-potensi peserta didik. Adapun kedisiplinan bukan muncul akibat represi seperti yang terjadi di IPDN, melainkan akibat tumbuhnya mental spiritual dan kemampuan pengendalian diri pada peserta didik.

Dilebur di bawah Naungan Depdiknas
Perpeloncoan dengan cara kekerasan di kampus seperti di IPDN adalah warisan Belanda yang sudah ketinggalan zaman. Di Belanda sendiri model perpeloncoan demikian sudah lama ditinggalkan. Karena itu harus ditinggalkan, sebab tidak sesuai lagi dengan upaya membangun masyarakat demokrasi. Kampus-kampus di bawah naungan Depdiknas sudah menerapkan cara orientasi yang cukup bagus.
Perpeloncoan di lembaga pendidikan adalah bertujuan membangun budaya hirarki dan penghormatan yunior terhadap senior. Namun, kenyataannya banyak terjadi penyimpangan saat menanamkan budaya itu melalui kekerasan. Akibatnya, berdampak fatal terhadap sistem pendidikan nasional, pembangunan karakter, sistem politik, dan kepemimpinan nasional. Sebab, praktek perpeloncoan di IPDN, justru mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan oleh mahasiswa senior terhadap yuniornya.
Yang perlu diingat adalah bahwa praktek perpeloncoan dengan kekerasan di IPDN merupakan budaya pada keseluruhan civitas akademika IPDN. Oleh karenanya, merubah budaya tersebut akan memakan waktu lama dan biaya cukup besar. Barangkali perlu dipertimbangkan untuk IPDN sebaiknya dilebur menjadi sekolah tinggi di bawah naungan Depdiknas.

Oleh Rohadi Education

Jumat, 20 Juni 2008

STANDAR PENDIDIKAN II

1. Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan terdiri dari :


Fungsi dan Tujuan Standar

  • Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu
  • Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
  • Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.

2. Standar Kompetensi

Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.

Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Lampiran Permen ini meliputi:


Pelaksanaan SI-SKL

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2006 menetapkan tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

3. Standar Proses

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.

Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

4. Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:

  • Kompetensi pedagogik;
  • Kompetensi kepribadian;
  • Kompetensi profesional; dan
  • Kompetensi sosial.


Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan.
Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan.

5. Standar Sarana dan Prasarana

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Sarana dan Prasarana.

  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

6. Standar Pengelolaan

Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.

Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pengelolaan.

  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

7. Standar Pembiayaan Pendidikan

Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.

Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:

  • Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
  • Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
  • Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

8. Standar Penilaian Pendidikan

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

  • Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
  • Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
  • Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.


Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:

  • Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan
  • Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.


Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Penilaian Pendidikan.

  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

4 Aliran Filosofi Pendidikan

1. Perenialism

1.1 Tujuan
Menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu.


1.2 Pengetahuan
Cenderung menekankan seni dan sains dengan dimensi perennial yang bersifat integral dengan sejarah manusia.

1.3 Nilai
Menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pan-dangan hidup yang kuat dan kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.

1.4 Materi Kurikulum
Individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Jadi, fokus pada perkembangan personal.

1.5 Metode
Seorang guru bertugas untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata.

1.6 Para Pemikir Besar / Ahli
Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas

2. Essentialism

2.1 Tujuan
Mengantarkan manusia ke dalam fikiran dan alam modern yang ditandai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.2 Pengetahuan
Bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.

2.3 Nilai
Berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.

2.4 Materi Kurikulum
Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik. Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional.

2.5 Metode
Nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.

2.6 Para Pemikir Besar/Ahli
Georg Wilhelm Friedrich Hegel, dan George Santayana

3. Progresivism

3.1 Tujuan
Mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks.

3.2 Pengetahuan
Pendidikan harus terpusat pada anak,bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.

3.3 Nilai
Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa.

3.4 Materi Kurikulum
Memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" serta tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit.

3.5 Metode
Diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, psikomotor dan bersifat eksperimental.

3.6 Para Pemikir Besar/Ahli
William James, John Dewey, dan Hans Vaihinger

4. Rekonstruktivism

4.1 Tujuan
Berperan untuk mengadakan pembaharuan dan pembangunan masyarakat.

4.2 Pengetahuan
Pembinaan daya inetelektual dan spiritual yang sehat.

4.3 Nilai
Agar keadaan masyarakat dapat diperbaiki, pendidikan dan siswa menjadi wahana penting untuk rekonstruksi.

4.4 Materi Kurikulum
Kemajuan itu tergantung dari sains dan industri, agar orang mampu menyumbangkan jasanya dalam masyarakat kompetitif, kepercayaan bahwa hidup yang memadai sama dengan menghasilkan dan mengkonsumsikan barang dan jasa bagi masyarakat .

4.5 Metode
Berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.

4.6 Para Pemikir Besar/Ahli
George F. Kneller, Caroline Pratt, George Count, dan Harold Rugg

Diskusi 3

1.KONSEP DASAR PEMIKIRAN PENDIDIKAN DEWEY

Pola pemikiran Dewey tentang pendidikan sejalan dengan konsepsi instrumentalisme yang dibangunnya, dimana konsep-konsep dasar pengalaman (experience), pertumbuhan (growth), eksperimen (experiment), dan transaksi (transaction) memiliki kedekatan yang akrab, sehingga Dewey mendeskripsikan filosofi sebagai teori umum pendidikan dan pendidikan sebagai laboran yang didalamnya perbedaaan-perbedaan filosofis menjadi kongkrit dan diuji.

KONSEP DASAR PEMIKIRAN PENDIDIKAN WILLIAM JAMES

Baginya pendidikan lebih cenderung kepada “organisasi yang ketertarikan mendalam terhadap tingkah laku dan aksi yang menempatkan individual pada lingkungannya”. Teori perkembangan diartikannya sebagai susunan dasar dari pengalaman mental uhntuk bertahan hidup. Pemikirannya ini dipengaruhi insting dan pengalamannya mempelajari psikologi hewan dan doktrin teori evolusi biologi.

KONSEP DASAR PEMIKIRAN PENDIDIKAN THORNDIKE

Pendidikan harus dipelajari secara ilmiah dan praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang diajarkan.

2. Guru yang baik adalah guru yang dapat membuat peserta didiknya berpikir,saya setuju karena seorang guru harus membuat muridnya berpikir terlebih dahulu dengan jawaban yang ia bisa. Sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Setelah itu seorang guru baru menjelaskan/memberitahu apakah pemikiran muridnya itu benar/salah. Sehingga murid tadi akan belajar dari apa yang ia anggap benar/salahnya itu. Menurut saya dengan cara ini murid akan lebih paham, karena belajar dari pengalaman…

3. Penguasaan sains, metode pembelajaran, dan seni mengajar sangat berpengaruh pada keberhasilan proses pembelajaran sebab dengan menguasai sains, seorang guru akan mampu memberikan ilmu yang benar pada muridnya sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan. Dengan metode pembelajaran yang baik dan terencana seorang guru akan mampu mengajar dengan penuh kedisiplinan sehingga membuat pembelajaran teroganisir dengan baik. Dengan seni mengajar yang dirasa nyaman bagi muridnya akan menciptakan suasana yang kondusif dan tak membosankan…

Diskusi 2

1. Perbedaan antara pendidikan dan pengajaran terletak pada prosesnya .
Pendidikan lebih mengarahkan pada upaya-upaya kepada seseorang untuk bertindak.
Sedangkan pengajaran itu lebih kompleks lagi,mengarah kepada tujuan akhinya yaitu seseorang dapat bertingkah laku baik atau memiliki kepribadian yang baik.


2. Eskalasi mental itu terletak pada cara berfikir seseorang secara rasional. Sebab seseorang yang telah dewasa akan dapat berfikir logis dalam memecahkan segala persoalan, menyampaikan usul-usul yang dapat diterima akal sehat...

Diskusi 1

Saya setuju dengan pengertian pendidikan no.1
Karena pendidikan itu sendiri dapat membuat seseorang berfikir dewasa dari waktu ke waktu seiring berlanjutmya usia. Pendidikan yang didapat entah dari orang tua, guru, dosen dan lainnya dapat meningkatkan kemandirian dalam diri seseorang. Untuk memecahkan masalah yang ada dengan kemampuan pola berfikirnya. Sehingga dengan adanya ilmu yang ia dapat,diharapkan mampu mempertahankan diri dalam permasalahan sosial masyarakatnya…

STANDAR PENDIDIKAN I

1.Standar Isi

Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, menetapkan:


2.Standar Isi Kesetaraan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C.

3.Standar Kependidikan

3.a.Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:

  • Kompetensi pedagogik;
  • Kompetensi kepribadian;
  • Kompetensi profesional; dan
  • Kompetensi sosial.


Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan.


Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan.

Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru

4.Standar Pengelolaan


Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.

Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pengelolaan.

  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

5.Standar Penilaian

5.a.Standar Penilaian Pendidikan

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:

  • Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
  • Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
  • Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.


Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:

  • Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan
  • Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Penilaian Pendidikan.

  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

PERMENDIKNAS NO. 23 DAN 24

Standar Kelulusan Permendiknas UU No. 23

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Menimbang :

Bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 27 ayat (1)Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;


Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; Biro Hukum dan Organisasi 2006.

Memperhatikan :

Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan

Nomor 0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006,

Nomor 0212/BSNP/V/2006 tanggal 2 Mei, dan

Nomor 0225/BSNP/V/2006 tanggal 10 Mei 2006;

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.


Pasal 1


(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.


(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan
menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran,
dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.


(3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.


Pasal

2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2003

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,


TTD.


BAMBANG SUDIBYO


PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2006

TENTANG

PELAKSANAAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI

LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Menimbang :

Bahwa agar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dapat dilaksanakan di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah secara baik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;

4. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.

Pasal 1

1. Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan pada :

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 sampai dengan Pasal 38;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 5 sampai dengan Pasal 18, dan Pasal 25 sampai dengan Pasal 27;

3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

2. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Isi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Standar Kompentesi Lulusan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

3. Pengembangan dan penetapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah memperhatikan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

4. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh BSNP.

5. Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.

Pasal 2

1. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mulai tahun ajaran 2006/2007.

2. Satuan pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah paling lambat tahun ajaran 2009/2010.

3. Satuan pendidikan dasar dan menengah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang telah melaksanakan uji coba kurikulum 2004 secara menyeluruh dapat menerapkan secara menyeluruh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk semua tingkatan kelasnya mulai tahun ajaran 2006/2007.

4. Satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum melaksanakan uji coba kurikulum 2004, melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah secara bertahap dalam waktu paling lama 3 tahun, dengan tahapan :

1. Untuk sekolah dasar (SD), madrasah ibtidaiyah (MI), dan sekolah dasar luar biasa (SDLB):

- tahun I : kelas 1 dan 4;

- tahun II : kelas 1,2,4, dan 5;

- tahun III : kelas 1,2,3,4,5 dan 6.

2. Untuk sekolah menengah pertama (SMP), madrasah tsanawiyah (MTs), sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), madrasah aliyah kejuruan (MAK), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) :

- tahun I : kelas 1;

- tahun II : kelas 1 dan 2;

- tahun III : kelas 1,2, dan 3.

5. Penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan setelah mendapat izin Menteri Pendidikan Nasional.

Pasal 3

1. Gubernur dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan khusus, disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan di provinsi masing-masing.

2. Bupati/walikota dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan dasar, disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan di kabupaten/kota masing-masing.

3. Menteri Agama dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), madrasah aliyah (MA), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), disesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Pasal 4

1. BSNP melakukan pemantauan perkembangan dan evaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, pada tingkat satuan pendidikan, secara nasional.

2. BSNP dapat mengajukan usul revisi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan keperluan berdasarkan pemantauan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 5

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah:

1. menggandakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, serta mendistribusikannya kepada setiap satuan pendidikan secara nasional;

2. melakukan usaha secara nasional agar sarana dan prasarana satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mendukung penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Pasal 6

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan:

1. melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun BSNP, terhadap guru, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan lainnya yang relevan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan/atau Pusat Pengembangan dan Penataran Guru (PPPG);

2. melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun BSNP kepada dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, dan dewan pendidikan;

3. membantu pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam penjaminan mutu satuan pendidikan dasar dan menengah agar dapat memenuhi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, melalui LPMP.

Pasal 7

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional:

1. mengembangkan model-model kurikulum sebagai masukan bagi BSNP;

2. mengembangkan dan mengujicobakan model-model kurikulum inovatif;

3. mengembangkan dan mengujicobakan model kurikulum untuk pendidikan layanan khusus;

4. bekerjasama dengan perguruan tinggi dan/atau LPMP melakukan pendampingan satuan pendidikan dasar dan menengah dalam pengembangan kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah;

5. memonitor secara nasional penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, mengevaluasinya, dan mengusulkan rekomendasi kebijakan kepada BSNP dan/atau Menteri;

6. mengembangkan pangkalan data yang rinci tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Pasal 8

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi:

1. melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, di kalangan lembaga pendidikan tenaga keguruan (LPTK);

2. memfasilitasi pengembangan kurikulum dan tenaga dosen LPTK yang mendukung pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Pasal 9

Sekretariat Jenderal melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, kepada pemangku kepentingan umum.

Pasal 10

Departemen lain yang menyelenggarakan satuan pendidikan dasar dan menengah :

1. melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan kewenangannya dan berkoordinasi dengan Departemen Pendidikan Nasional;

2. mengusahakan secara nasional sesuai dengan kewenangannya agar sarana, prasarana, dan sumber daya manusia satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangannya mendukung pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

3. melakukan supervisi, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 11

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan :

1. Nomor 060/U/1993 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar;

2. Nomor 061/U/1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Umum;

3. Nomor 080/U/1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan; dan

4. Nomor 0126/U/1994 tentang Kurikulum Pendidikan Luar Biasa;

dinyatakan tidak berlaku bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sejak satuan pendidikan dasar dan menengah yang bersangkutan melaksanakan Peraturan Menteri ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Pasal 12

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 2 Juni 2006

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

TTD.

BAMBANG SUDIBYO